"Terlambat Satu Detik Satu Nyawa Melayang", sebuah slogan sederhana yang masih teringat betul dalam ingatan memoriku sampai saat ini. Sebuah slogan yang terpasang dengan gagahnya di sebuah kaos kebanggaan PMR SMANDAKA (sebutan SMA-ku). Tentu bukan sekedar kalimat yang tersusun dengan kata-kata yang indah, namun itu adalah sebuah rangkaian kata penuh makna yang dalam bagi seorang anggota kesehatan.
"Terlambat Satu Detik Satu Nyawa Melayang", satu buah pesan yang teramat mahal apabila terlalaikan. Cepat dan cekatan adalah kunci penanganannya. Sebuah pertolongan pertama pada pasien ketika kita mendapatkan kejadian yang emergency.
Sekelumit tentang slogan itu aku dapatkan dari beberapa kegiatan yang aku ikuti selama sekolah SMA. Yap, aku dulu seorang anggota kesehatan, tepatnya anggota PMR. Banyak kegiatan yang kudapatkan untuk menambah pemahamanku tentang dunia kesehatan dan pertolongan pertama disini. Selalu ada cerita ketika aku terlibat dengan kegiatan-kegiatan didalamnya, baik yang diadakan senior maupun PMI setempat. Namun disini aku hanya ingin sedikit bercerita tentang kegiatan yang membuatku selalu terkenang, kegiatan donor darah yang dilaksanakan rutin bersama PMI 3 bulan sekali.
Tiga bulan sekali adalah kegiatan pembelajaran bagi seluruh warga SMANDAKA untuk bisa mendonorkan darahnya, tapi yang sudah memenuhi syarat aja lo (berat badan, usia, kadar Hb, riwayat penyakit, dll). Biasanya pendonor yang menjadi langganan adalah siswa kelas 2, kelas 3 dan guru. Kelas 1 biasanya belum cukup umur untuk bisa menjadi pendonor.
Sebuah pengalaman berharga, ditambah lagi waktu itu aku sebagai ketua PMR bisa berpartisipasi ikut membantu PMI “ngecek” darah seorang teman atau guru2 yang mau mendonorkan darahnya. Kenangan indah tentunya. Lebih indah lagi ketika teman2ku dengan senang hati untuk datang sendiri tanpa disuruh datang ke UKS, lokasi biasa tempat kita donor.
Ada hal-hal yang unik tentunya di kegiatan ini. Ada yang selalu dengan senang hati melihat darahnya mengalir ke dalam 1 buah labu plstik kantong darah, ada yang sengaja mengajak temannya berbincang (tau-tau udah selesai), ada pula yang pusing bahkan pingsan setelah donor. Dan ada satu lagi yang mengejutkan tentunya, ternyata dari sekian banyak orang masih ada yang takut melihat jarum suntik, gimana mau donor, melihat jarum suntik aja takutnya seperti melihat harimau yang mau memangsa buruannya. Aku bahkan teringat sama seseorang ini karena dia adalah teman satu kelasku. Ketika praktikum Biologi aja sampai menangis, padahal dia adalah seorang cowok lo.. :)
"ibunya sudah meninggal mas” 10-04-2011 jam 16.25"
Satu layar pesan yang bisa meruntuhkan segala keangkuhan dan kesombongan bagi segenap manusia. Hari ini seorang ibu (pasien RS. Sarjito) itu telah meninggal. Dia memang bukan siapa-siapanya aku, kenal pun tidak. Tapi disini aku dihadapkan pada sebuah kondisi dan masalah. Yap, aku merasa bersalah dengan keadan ini.
Sebelumnya jam 15.27 tadi kudapatkan sebuah hp-ku berdering membangunkan dari tidur lelapku. “Dengan mas Adi?” iya. Sapa ya? “Saya Dokter Seila dari Sarjito. Begini mas. Sekarang ada pasien bernama Ny. Ida Liem sedang pendarahan hebat. Butuh golongan darah AB banyak sekarang. Mas Adi bisa mendonorkan darahnya tidak ya?” Aduh maaf Dok, saya sedang tidak di Jogja sekarang. Saya lagi di Semarang. Tapi saya bisa bantukan dengan nyebar sms pada teman2 saya.”Oh, tidak mengapa kalau begitu, terima kasih sebelumnya”. Tut… telepon berhenti..
Sempat terpikir kenapa aku yang mendapatkan telpon siang itu. Oh, mungkin saja database tentang diriku masih tersimpan disana, karena memang aku selalu menyempatkan donor ke Sarjito, pikir ku begitu. Sekarang yang harus kulakukan adalah bergegas. Ketik dengan secepat kilat.
“Aslm, bth bantuan donor drh AB skr (pendarahan byk) utk Ny.Ida Liem d Sarjito. Hbungi dr. Seila (082134191xxx). Mhon sebar secepatnya! Trmksh.”
Satu layar cukup untuk memberi tahu sekaligus meminta bantuan bagi yang mendapatkan sms itu. Berharap begitu teman2ku semua membaca sms itu, ada yang bisa tancap gas mengunjungi Sarjito..
Bismillaahilladzii laa yadurruhu ma’as mihi syaiun fil ardi walaa fissamaa’I wahuwassami’ul ‘aliim (sepenggal dzikir alma’tsurot), tit..tit..tit..tit. bunyi suara sms dan berhenti sejenak dzikirnya. Kubuka pesan sms itu. “Mas maaf, pasiennya udh meninggal. Trm ksh u bantuannya”. Sungguh tak terduga memang, hanya +/- satu jam dari kabar pertamaku, kabar kedua datang dengan membawa kabar yang melemaskan segala otot persendian. Terasa letih, lesu dan kelu.
Slogan itu, "Terlambat Satu Detik Satu Nyawa Melayang" telah mengingatkanku dan mengajariku suatu makna bahwa pertolongan pertama dengan cepat dan cekatan itu perlu.. dan snunggu diperlukan..
Rabu, 04 Mei 2011
Pasien Sarjito itu Meninggal (Terlambat Satu Detik Satu Nyawa Melayang)
Kamar kecil, 10-04-2011 05.44 pm
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
by Pakto
by misterdarvus
Posting Komentar